Pemilik Modal Kuasai Pakan Ayam, Harga Telur Meroket
Anggota Komisi XI DPR RI Hery Gunawan di Gedung DPR RI foto : geraldi/mr
Melonjaknya harga telur yang terjadi akhir-akhir perlu diurai dari sisi pakan ayam. Ternyata pakan ayam ini dikuasai para pemilik modal yang bisa mempermainkan harga. Pasalnya, harga telur ayam kini mencapai Rp29.000 hingga Rp32.000 per kilogram.
“Simpelnya begitu. Sebenarnya bisa diurai, tapi mereka punya kepentingan,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Hery Gunawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/7/2018). Ditambahkan, penyebab naiknya harga telur karena produktivitas ayam dalam negeri menurun hingga 60%, naiknya harga pakan impor dan banyaknya peternak melakukan apkir dini pada ayam petelur.
Menanggapi saran agar dilakukan operasi pasar, politisi Gerindra ini menyatakan ‘percuma’. Menurutnya, semua kembali kepada para pemilik modal atau pengusaha dan penguasa.
“Kalau mereka berjiwa merah putih maka bicara dan tindakannya juga harus merah putih. Tapi kalau bicaranya bisnis, semua diserahkan ke pasar, tidak ada kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya,” tukasnya.
Menurut Heri, ini adalah kewajiban negara pada rakyatnya. Kalau demikian, seharusnya pemimpin kita tegas. “Kalau para pengusaha mau ambil untung silahkan, tapi jangan banyak-banyak. Sekarang ini semua diserahkan ke pasar,” tambahnya.
Lebih lanjut ia menyatakan, untuk mengatasi masalah ini semua kembali kepada kebijakan mau dijalankan atau tidak. Kalau masalah monopoli, itu banyak dan bukan rahasia umum lagi.
“Jadi mau ngomong apa saja kalau kebijakannya berpihak pada rakyat dan bisa dikawal, saya yakin hal-hal seperti meroketnya harga telur itu tidak akan terjadi,” tambahnya. Hery meminta pemerintah menghitung kembali julah kebutuhan telur dalam negeri dengan jumlah produksi.
"Peningkatan jumlah kebutuhan tanpa adanya peningkatan pasokan komoditas, berakibat naiknya harga komoditas di pasar," jelasnya dengan mengatakan, pemerintah perlu melakukan kajian mengenai produksi telur. Mulai dari penyediaan pakan murah, pemeliharaan ayam petelur hingga ke tahap pendistribusian dan pengawasan tata niaga.
Menjawab pertanyaan tentang peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), selama ini sudah mengingatkan hal itu, namun kurang diperhatikan pemerintah. Kondisi ini terjadi karena badan atau lembaga pengawas yang ada anggarannya kecil.
“Jangankan KPPU, Badan Pengawasan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta LKPP anggarannya kecil, sementara yang harus diperiksa anggarannya triliunan,” sorotnya.
“Bagaimana mereka punya ruang gerak melakukan pengawasan. Semua berbalik kepada pemerintahnya untuk tetap berpegang pada pasal 33 UUD 45. Bumi, air dan kekayaan alam yang dikandung didalamnya dikuasai negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” pungkas Heri. (mp/sf)